Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kenapa Pengajaran Bahasa Arab di Indonesia Tidak Berhasil?

Kenapa Pengajaran Bahasa Arab di Indonesia Tidak Berhasil?

Saya sebagai pendidik bahasa Arab merasa riskan dengan fenomena tersebut, bagaimana mungkin siswa belajar bahasa Arab sudah hampir 12 tahun (terhitung dari sejak SD sampai SMA), tapi kemampuannya seperti itu-itu saja, terutama berkaitan dengan komunikasinya, hampir tidak ada yang lancar berbahasa Arab. Problem ini bisa kita lihat sendiri ketika materi bahasa Arab masih tetap disuguhkan di ranah perkuliahan, di perguruan tinggi Islam.

Menurut rasio saya bila bahasa Arab sudah dipelajari dengan waktu selama itu, harusnya di tingkat perkuliahan harus difokuskan pada taraf aplikatifnya saja, sederhananya tinggal dipakai untuk berkomunikasi, digunakan sebagai alat untuk mengkaji literatur-literatur Islam baik dari sisi ilmu maupun budayanya, nyatanya justru bahasa Arab di tingkat perkuliahan masih dipelajari lagi dan lagi, baik itu membahas kaidah, definisi, hafalan dan hal-hal sejenis itu.

Diantara kesalahan fatal yang mayoritas dilakukan pengajar bahasa Arab di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia ialah tidak bisa membedakan mana PENGAJARAN BAHASA dan mana PENGAJARAN ILMU BAHASA, Yang imbasnya tentu pada output kemampuan siswa.

Kesalahan ini terjadi hampir dimana-mana, judulnya pengajaran bahasa namun isinya mempelajari Ilmu Nahwu, Sharaf, atau ada suatu fakta yang sering saya temui mengenai pengajaran muhadatsah, pengajarannya dihapal lalu dipraktekkan di depan kelas apa yang sudah dihapal tersebut, lho! ini muhadatsah atau hafalan??, muhadatsah yaa komunikasi, berjalan saja mengalir sesuai konteks, buku hanya acuan awal saja. Begitupun ada yang sebaliknya.

Pengajaran tersebut motifnya berbeda-beda, ada yang karena seorang pengajar yang hanya memiliki satu bidang keahilian saja, misal Qawa’id, sehingga pengajarannya cenderung fokus satu arah; ada juga mungkin yang karena malas-malasan saja karena menganggap pengajaran Muhadatasah atau materi praktek berbahasa merupakan bidang yang berat hingga melakukan apa yang dianggapnya ringan saja.

Pribadi cenderung lebih suka pengajaran di Pondok Pesantren, pengajarannya jujur, dalam artian ketika memang judulnya pengajaran ilmu bahasa, isinya pun mempelajari ilmu-ilmu kebahasaan, ilmu-ilmu Qawa’id dan hasilnya-pun bisa terlihat, santri minimal bisa membaca kitab yang memuat teks-teks berbahasa Arab gundul; kalau di sekolah atau lembaga formal ke ilmu-ilmu kebahasaannya tidak terlalu kena, berbicara bahasa Arabnya pun susah, nah itu, karena absurditas pada pengajarannya.

Maka akhirnya harus ada langkah konkrit untuk memperbaiki kesalahan tersebut, yakni pembenahan paradigma, berupa kesesuaian antara judul dan isi.

Untuk lebih mudahnya kita akan bedakan mana saja materi-materi yang tercakup dalam PENGAJARAN BAHASA dan PENGAJARAN ILMU BAHASA

Pengajaran Bahasa meliputi:

- Istima
- Kalam
- Qiraah
- Kitabah

Pengajaran Ilmu Bahasa meliputi:

- ‘Ilm Al-Aswat
- ‘Ilm As-sharf
- ‘Ilm An-nahw
- ‘Ilm Ad-dilalah

Implementasinya, ketika dalam silabus harus menyampaikan materi ilmu Nahwu -misalnya-, sampaikanlah materi ilmu Nahwu dengan metode dan teknik yang sesuai; begitu juga ketika dalam silabus harus menyampaikan materi Kalam -misalnya-, sampaikanlah materi Kalam dengan metode dan teknik yang sesuai.

Maka pengajaran hasilnya akan maksimal apapun tujuannya jika sudah ada kejelasan langkah awal diikuti pada tiap prosesnya; pengajaran tersebut tentu harus diapit oleh dua hal penting demi meraih keberhasilan, yakni:

- Guru yang berkualitas, dan
- Bahan pelajaran yang berkualitas.

Sumber: Saduran hipotesa Dr. H. Badruzzaman M. Yunus MA. - Dosen Pasca Sarjana UIN SGD Bandung.

Post a Comment for "Kenapa Pengajaran Bahasa Arab di Indonesia Tidak Berhasil?"